Al-Wathoniyah bukan sekadar lembaga pendidikan; itu adalah simbol perjuangan, ketahanan, dan dedikasi terhadap ilmu pengetahuan yang telah melintasi berbagai zaman dan tantangan berbangsa. Berakar dari pengajian kecil di Kampung Jati Klender pada era 1800-an, kini pesantren ini telah berkembang menjadi jaringan 70 pesantren di seluruh Jakarta, dengan layanan pendidikan yang luas dan beragam.

Didirikan oleh K.H. Abdurrahim bin RH. Dato’ Ali Basa di abad ke-19, lembaga ini awalnya adalah sebuah pusat pengajian di kampung yang kemudian ditransformasikan oleh putranya, K.H. Anwar atau dikenal dengan Mu’allim Gayar, menjadi pesantren. Mu’allim Gayar tidak hanya melanjutkan jejak ayahnya tetapi juga mendirikan Riyadhul Fityan, sebuah kelompok pengajian Islam yang menjadi terkenal di masanya. Dengan prinsip kuat bahwa pendidikan adalah kunci, H. Mu’allim Gayar mengirim anak-anaknya belajar kepada ulama-ulama besar di Mekkah, memperkuat fondasi keilmuan yang akan mereka bawa pulang ke Indonesia.

Kepemimpinan pesantren diambil alih oleh KH. Hasbiyallah setelah wafatnya Mu’allim Gayar. Memulai pada tahun 1942, di tengah gejolak menuju kemerdekaan Indonesia, KH. Hasbiyallah tidak hanya memimpin pesantren tetapi juga turut serta dalam perjuangan kemerdekaan. Selama agresi militer Belanda kedua, beliau dikenal sebagai salah satu dari “tiga serangkai” Klender, yang berjuang di garis depan bersama H. Darip dan KH. Achmad Mursyidi.

Setelah kemerdekaan, KH. Hasbiyallah mendirikan Pondok Pesantren Al-Wathoniyah dan dikenal luas dengan kemampuannya dalam fiqih. Beliau juga menulis beberapa karya penting seperti Risalah Kaifiyah Sembahyang Tarawih dan Sholat Al-`Aidain dan menjadi rujukan bagi ulama lain untuk mentashihkan karya tulis mereka. Kemudian pada tahun 1999, salah satu Putri K.H. Hasbiyallah, yaitu Dra Hj. Siti Hasanah Hasbiyallah mendirikan Pondok Pesantren Al-Wathoniyah Pusat Putri.

Pondok Pesantren Al-Wathoniyah Pusat Putri dari pendiriannya telah melewati banyak perubahan dan tantangan. Dengan mengakar pada nilai-nilai pendidikan dan keagamaan yang kuat, pesantren ini tidak hanya menghasilkan generasi ulama yang berpengaruh tetapi juga memainkan peran penting dalam sejarah dan masyarakat Indonesia. Ini adalah cerita tentang pendidikan yang tidak hanya mengajar tetapi juga melindungi dan memperjuangkan nilai-nilai keadilan dan kebenaran.

Al-Wathoniyah Pusat Putri tidak hanya fokus pada pendidikan formal tapi juga menjadi motor dalam gerakan sosial. Dengan Majelis Taklim yang aktif di Jakarta Timur dan Bekasi, pesantren ini juga memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat, mengukuhkan perannya tidak hanya sebagai lembaga pendidikan tapi juga sebagai pusat kegiatan komunitas.

Di samping perkembangan dari keluarga, Al-Wathoniyah lalu dikembangkan oleh murid-murid KH Hasbiyallah dengan mendirikan lembaga menggunakan nama yang sama yaitu “Al-Wathoniyah” sesuai pesan KH. Hasbiyallah kepada murid-muridnya. Kini lembaga Al-Wathoniyah terdata hingga 60 lembaga, tersebar di sekitar Jabodetabek. Ada pula muridnya yang mendirikan lembaga keagamaan dengan nama tersendiri seperti salah seorang ulama terkemuka Betawi, Kyai R Halim Saleh, seorang ulama yang berjuluk “Guru Para Tunanetra”, mendirikan Pondok Pesantren Raudhatul Makfufin khusus untuk muslim tuna netra. Pesantren ini menjadi pusat bagi mereka yang ingin mendalami agama Islam meskipun memiliki keterbatasan fisik.

Al-Wathoniyah Pusat Putri
Jl. Raya Bekasi Timur KM 17 PLN Klender, Kel. Jatinegara, Kec. Cakung, Kota Administrasi Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta
Email : [email protected]
Telepon : 021-22467849
Butuh bantuan?