ISLAM DAN TERORISME

Islam dan Terorisme bukanlah hal yang berkaitan erat seperti yang dikenal sekarang, utamanya dalam dunia barat. Justru Terorisme adalah musuh Islam, berikut pokok-pokok pikiran Todenhofer (Politisi Kristen Demokrat, CDU):

  1. Barat Jauh lebih brutal daripada dunia muslim.

Jutaan warga sipil Arab tewas sejak kolonialisme dimulai. Atas nama kolonialisasi, Perancis pernah membunuh lebih dari dua juta penduduk sipil di Aljazair, dalam kurun waktu 130 tahun. Atas nama kolonialisasi, Italia pernah menggunakan phosphor dan gas mustrad untuk menghabisi penduduk sipil di Libya. Atas nama kolonialisasi, Spanyol juga pernah menggunakan senjata kimia di Marokko.

Tidak berbeda di era setelah perang dunia kedua. Dalam Invasi perang teluk kedua, semenjak tahun 2003, UNICEP menyebutkan, 1,5 juta penduduk sipil Irak terbunuh. Sepertiganya anak-anak. Tidak sedikit dari korban terkontaminasi amunisi uranium. Di Baghdad, hampir setiap rumah kehilangan satu anggota keluarganya.

Sebaliknya, di dua abad terakhir, tidak satu pun negara Islam menyerang, mengintervensi, mengkolonialisasi Barat. Perbandingan jumlah korban mati (dunia Islam: dunia barat) adalah 10:1. Problema besar dunia, di dua abad belakangan ini, bukan kebutralan Islam, tapi kebrutalan beberapa negara-negara Barat.

  1. Mempromosikan Anti-Terorisme Justru melahirkan Terorisme

Terorisme jelas tidak dibenarkan. Menilik secara objektif, terorisme justru lahir dari politik anti-terorisme Barat yang keliru.

Seorang pemuda muslim yang secara rutin memantau berita di Televisi hari demi hari, tahun demi tahun, akan situasi di Irak, Afghanistan, Pakistan, Palestina dan di tempat lain, di mana perempuan, anak-anak dan penduduk sipil, dihabisi oleh Barat dengan brutal, justru diprovokasi untuk menjadi teroris.

Beruntung saja, sebagian besar pemuda Islam tidak terpancing. Mereka memilih jalan yang berbeda. Di Tunisia, Mesir, Libya, Maroko, dan negara-negara muslim lainnya, mereka menjawab ketidak-adilan yang menimpa mereka melalui jalan demokrasi dan teriakan kebebasan, bukan teror dan kekerasan.

  1. Terorisme: Fenomena Dunia, Bukan Fenomena Islam

Pameo favorit di setiap diskursus bertemakan terorisme: “Tidak setiap muslim teroris, tapi seluruh teroris adalah muslim.” selain jauh dari benar, dengan data dan fakta, propaganda ini mudah dipatahkan.

Data resmi Badan Kepolisian Eropa, Europol, menyebutkan: Dari 249 aksi teror di tahun 2010, hanya tiga pelakunya yang berlatar belakang islam. Bukan 200, bukan 100- tapi tiga! Data di tahun-tahun sebelumnya, juga tidak kalah mengejutkan: Dari 294 aksi teror di tahun 2009, hanya satu yang berlatar belakang Isam. Hanya satu dari 515 aksi teror di tahun 2008. Hanya empat dari 583 di tahun 2007.

  1. Hukum Internasional untuk semua

Di hadapan hukum internasional, dunia Barat selalu mentematisir, dan merekam dengan baik, 3.500 korban terorisme yang jatuh atas nama “teror-Islam” semenjak pertengahan 1990-an (termasuk korban WTC, pada 11/9). Tapi mengapa ratusan-ribu warga sipil yang terbunuh dan intervensi di Irak tidak pernah ditematisir?

Lebih jauh, Todenhofer bertanya kritis: “mengapa elite Barat tidak pernah sekalipun menimbang; membawa George W. Bush dan Tony Blair ke hadapan mahkamah internasional, atas serangan sepihaknya ke Irak? Apakah hukum internasional hanya berlaku untuk orang-orang non-Barat?”.

Perang, bukan jawaban untuk aksi-aksi terorisme. Perang, hanya manis untuk mereka yang tidak mengenalnya. Teroris yang membunuh orang-orang tidak berdosa, bukanlah pejuang kebebasan, bukan pahlawan, bukan pula syuhada. Mereka mengkhianati agama mereka. Mereka adalah pembunuh.

  1. Muslim, Toleransi dan Perang “Perang Suci”

Bukan Muslim, yang atas nama kolonialisasi membunuh 50 juta nyawa di seantero Afrika dan Asia. Bukan muslim, yang atas nama perang dunia pertama dan kedua menghabiskan 70 juta nyawa. Bukan pula muslim, yang menggencarkan genosida terhadap 6 juta orang-orang Yahudi.

Islam tidak mengenal kata suci dalam kaitannya dengan perang. Jihad bermakna sungguh-sungguh di jalan Tuhan. Tidak ada satu tempat pun di Quran yang memaknai jihad dengan perang suci. Karena perang tidak pernah suci, dan kesucian hanya ada di jalan perdamaian.

  1. Kontekstual Quran dan Islam Teroris

Permasalahan besar dalam perdebatan Quran di dunia Barat, adalah setiap orang bernafsu membicarakannya, sangat-sangat sedikit yang pernah membacanya.

Sebagian besar mereka tidak lagi rasional dan ilmiah. Hanya mengutip beberapa tekstual yang mengesankan islam pro “perang ” tanpa pernah mau tahu konteksnya. Padahal pesan-pesan Qur’an yang dikesankan seperti itu, spesifik diterima Muhammad, dalam konteks perlawanan antara penduduk Mekkah dan Madinah, waktu itu.

Seperti Musa dan Isa, Muhammad tidak dilahirkan pad situasi dunia yang sedang vakum, apalagi damai. Mereka hadir pada saat moralitas dunia bobrok, penuh perang, perjuangan dan perlawanan. Adalah sangat lumrah beberapa tekstual yang terkesan pro “perang” itu bisa ditemukan di Quran, semudah bisa ditemukan di kitab Perjanjian Lama dan Kitab Perjanjian Baru.

Secara sematris, diksi “islam-teroris”, “kristen-teroris” atau “yahudi-teroris” adalah sebuah penyesatan bahasa. Terorisme, menurut Todenhofer, berdiri di atas instrumen setan, tidak boleh dikaitkan dengan kesucian Tuhan dan keagamaan. Memang benar, di dalam Islam, Kristen, atau Yahudi ada ideologi teror tapi bukan ajaran agamanya. Ideologi ini tidak mengantarkan mereka ke surga, tapi ke neraka.

  1. Fakta atau Fake?

Kalimat andalan kritikus anti-Islam di barat: “siapa yang menginginkan panggilan azan terdengar di kota-kota kami, harus membiarkan juga lonceng gereja berbunyi di kota-kota mereka!” padahal nyatanya: di Teheran, semisal, berdiri banyak gereja. Loncengnya berbunyi tidak jarang, dan tidak pelan. Lebih jauh, anak-anak kristen memiliki pelajaran agamanya sendiri (sesuatu yang luxus untuk anak-anak muslim di Barat).

Barat mengidentifikasikan jilbab sebagai simbol pengekangan dan ketertindasan. Dari survey resmi, wanita-wanita pemakai jilbab, yang begitu dipedulikan barat itu, justru berkata bukan (atas kesadaran pribadi). Sinisme jilbab, sebagian besar justru datang dari mereka yang tidak berjilbab dan anti-jilbab. Memaksa seseorang berjilbab, jelas menyalahi hak asasi. Tidak jauh berbeda, dari prosesi pemaksaan untuk melepasnya.

Barat menuduh perempuan-perempuan islam tidak berpendidikan. Fakta dari dunia islam menjawab lain. Secara statis, perempuan di negara-negara mayoritas islam, justru lebih berpendidikan dibanding Barat: 30% Profesor di Mesir perempuan, padahal di Jerman jumlahnya hanya sekitar 20%. Lebih dari 60% mahasiswa di Iran adalah perempuan. Di Uni Emirat Arab, sudah semenjak tahun 2007, mahasiswa perempuan menginjak angka yang sulit dipercaya: 77%.

  1. Seorang Muslim = Seorang Yahudi = Seorang Kristen

Tidak ada bayi pun terlahir sebagai seorang teroris. Barat harus memperlakukan seorang muslim, persis seperti mereka memperlakukan seorang kristen atau Yahudi.

Tidak jarang kita dengar politikus dan aktivis Barat, demonstratif, mengumbar kalimat penuh kebencian terhadap Islam. Frank Graham, penasehat George W. Bush, menyebut Islam sebagai “agama iblis dan sihir”. Politikus Kanan Belanda, Geert Wilders, menyebut Islam sebagai “agama fasis”. Thilo Sarrazin , politikus Jerman memberikan thesis: “secara genetis, anak-anak dari keluarga Islam, dilahirkan di bawah tingkat kecerdasan rata-rata.

Bayangkan sejenak, jika Frank Graham, Greet Wilders, dan Thilo Sarrazin mengganti objek tesis-nya bukan kepada “islam”, tetapi menjadi “Yahudi” atau “Kristen”. Tidakkah ucapan seperti itu akan menjadi badai kemarahan yang dahsyat? Mengapa Barat boleh mengatakan hal-hal penuh fasistik dan rassist terhadap Islam, yang justru di kalangan orang-orang kristen dan Yahudi sesuatu yang tabu? Barat harus mengakhiri demonisasi Islam dan Muslim.

  1. Muslim Melawan Teror

Di tesis kesembilan, Todenhofer mengajak umat Islam, melalui sebuah reformasi sosial, menjejak Nabi Muhammad yang berjuang untuk sebuah Islam yang beradab dan toleran. Untuk tatanan ekonomi dan politik yang dinamis, bukan statis-sambil mempertahankan identitas keagamaannya. Untuk persamaan yang penuh, pria dan wanita. Untuk kebebasan beragama yang nyata.

Tidak seperti politikus umumnya, Muhammad bukan reaksioner. Dia adalah seorang revolusioner, berani berpikir dan berani mematahkan belenggu tradisi. Islam di masa Muhammad bukanlah agama stagnan, apalagi regresif, tetapi pembaruan dan perubahan. Muhammad berjuang untuk perubahan sosial, ia pahlawan prang miskin dan orang lemah. Dia mengangkat hak-hak kaum perempuan, yang di periode sebelumnya nyaris tidak ada.

Muhammad bukan seorang fanatik atau seorang ekstrimis. Dia hanya ingin membawa orang-orang Arab, yang kala itu terjebak pada belenggu politeistik, untuk kembali ke sumber aslinya yang murni, agama Ibrahim, persis seperti yang disuarakan Musa dan Isa.

Terorisme, yang berada di sekelumit dunia Islam pada hari ini adalah distorsi ajaran Muhammad. Ini adalah kejahatan melawan Islam. Dunia Islam tidak boleh membiarkan citra baik Islam, yang dibangun Muhammad 14 abad yang lalu, dihancurkan seketika oleh ideologi kriminal ini. Dunia Islam perlu memerangi ideologi terorisme ini, persis seperti muhammad memerangi berhala-berhala dari pra-Islam.

  1. Politik Bukan Perang

Kalimat bijak pernah mengajarkan : “Ketika kamu tidak bisa menaklukan musuhmu, peluk dia!”

Masalah komplek di Timur Tengah, hanya bisa diselesaikan dengan jalur politik, bukan dengan perang. Barat harus membuka pintu diskusi yang lebih lebar untuk dunia Islam. Barat harus membuka ruang bilateral dan uniteral lebih besar untuk negara-negara Arab. Kesatuan dan stabilitas yang pernah terjadi di Uni Eropa, nyatanya, tidak berdiri atas invasi senjata, tapi di atas politik diplomatisasi yang penuh visi.

Sebuah akan sebuah dunia, yang setiap negara di dalamnya dihargai. Sebuah penghargaan yang tanpa diskriminasi. Politik anti-diskriminasi yang dibangun di atas keadilan dan kebebasan, bukan perang, apalagi penindasan.

Al-Wathoniyah Pusat Putri
Jl. Raya Bekasi Timur KM 17 PLN Klender, Kel. Jatinegara, Kec. Cakung, Kota Administrasi Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta
Email : [email protected]
Telepon : 021-22467849
Butuh bantuan?